Sabtu, 15 Januari 2011

Pancasila sebagai filter budaya politik

DAFTAR ISI

I.                   Sampul……………………………………………………………………………………
II.               Daftar Isi…………………………………………………………………………………
III.            Kata Pengantar……………………………………………………………………….
IV.             Rumusan Masalah…………………………………………………………………..
V.                Bab Pendahuluan……………………………………………………………………
1.     Pengertian………………………………………………………………………….
2.     Latar belakang……………………………………………………………………..
3.     Petisi 50………………………………………………………………………………
VI.             Bab pembahasan………………………………………………………………………
A.      PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG POLITIK…………………………………………………………………………………………….
1.      Bagaimana terjadinya pancasila………………………………………..
2.      Esensi dan status Pancasila……………………………………………….
3.      Letak kendala pancasila sebagai dasar Negara…………………….
4.      Pembangunan Bangsa dan Negara sebagai Konteks Pembangunan bidang Sosial Politik……………………………………..

B.     Demokrasi Pancasila dalam Budaya Politik dan Etika Politik…………

VII.         Bab penutup…………………………………………………………………………..
VIII.      Referensi……………………………………………………………………………….



IX.              
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang mana telah egara kita taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul “Pancasila Sebagai Filter Globalisasi Dalam Bidang Politik”. Makalah Aswaja ini kami susun untuk memenuhi tugas dari Ibu Alfiah Yulistiawati SP,d
 Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kami khususnya, dan segenap pembaca umumnya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk menuju kesempurnaan makalah ini.


RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan budaya  politik ?
2.      Apa yang melatar belakangi perlunya pancasila dalam bidang politik Indonesia ?
3.      Apa tantangan politik pancasila di era globalisasi ?
4.      Apakah yang dimaksud dengan petisi 50 ?
5.      Apakah sebenarnya esensi dan status Pancasila itu?
6.      Apa saja Tantangan yang sekarang dihadapi oleh pancasila ?
7.      Di mana terletak Kendala Pancasila sebagai Dasar Negara?
8.      Bagaimana terjadinya pancasila ?

9.       
Bab I
Pendahuluan


1.      PENGERTIAN

            Budaya yang berasal dari kata ‘buddhayah’ yang berarti akal, atau dapat juga didefinisikan secara terpisah yaitu dengan dua buah kata ‘budi’ dan ‘daya’ yang apabila digabungkan menghasilkan sintesa arti mendayakan budi, atau menggunakan akal budi tersebut. Bila melihat budaya dalam konteks politik hal ini menyangkut dengan egara politik yang dianut suatu egara beserta segala egara (pola bersikap & pola bertingkah laku) yang terdapat didalamnya.

            Golongan elit yang strategis seperti para pemegang kekuasaan biasanya menjadi objek pengamatan tingkah laku ini, sebab peranan mereka biasanya amat menentukan walau tindakan politik mereka tidak selalu sejurus dengan iklim politik lingkungannya. Golongan elit strategis biasanya secara sadar memakai cara-cara yang tidak demokratis guna menyearahkan masyarakatnya untuk menuju tujuan yang dianut oleh golongan ini. Kemerosotan demokratisasi biasanya terjadi disini, walaupun mungkin terjadi kemajuan pada beberapa bidang seperti bidang ekonomi dan yang lainnya.
           
            Kebudayaan politik Indonesia pada dasarnya bersumber pada pola sikap dan tingkah laku politik yang majemuk. Namun dari sinilah masalah-masalah biasanya bersumber. Mengapa? Dikarenakan oleh karena golongan elite yang mempunyai rasa egaram yang tinggi. Akan tetapi kadar egaram yang tinggi itu sering tidak dilandasi oleh pengetahuan yang mantap tentang realita hidup masyarakat.

2.      LATAR BELAKANG
            Dengan maksud menghindarkan ancaman-ancaman ideologis dari kiri (yaitu komunisme) dan kanan (yaitu Islam politik), pada 1978 pemerintah Orde Baru mengeluarkan instruksi yang mengharuskan dijadikannya Pancasila sebagai mata pelajaran wajib di departemen-departemen pemerintahan, sekolah-sekolah, tempat-tempat kerja, dll., sehingga mengundang kritik dan cemoooh dari kaum intelektual, termasuk juga dalam bidang politik.

3.      PETISI 50
            Petisi 50 adalah sebuah dokumen yang isinya memprotes penggunaan filsafat egara Pancasila oleh Presiden Soeharto terhadap lawan-lawan politiknya. Petisi ini diterbitkan pada 5 Mei 1980sebagai sebuah “Ungkapan Keprihatinan” dan ditandatangani oleh 50 orang tokoh terkemuka Indonesia, termasuk mantan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution, mantan KapolriHoegeng Imam Santoso, mantan gubernur Jakarta Ali Sadikin[1] dan mantan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap dan Mohammad Natsir.
Bab II
Pembahasan

A.     PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG POLITIK

      Pada dasarnya, konsep paradigma besar manfaatnya, oleh karena konsep ini mampu menyederhanakan dan menerangkan suatu kompleksitas fenomena menjadi seperangkat konsep dasar yang utuh. Paradigma tidaklah statis, karena ia bisa diubah jika paradigma yang ada tidak dapat lagi menerangkan kompleksitas fenomena yang hendak diterangkannya itu. Masalah yang paling dasar dalam wacana kita sekarang ini adalah mempertanyakan – dan menjawab – sudahkah Pancasila merupakan sebuah paradigma yang mampu menerangkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia pada umumnya, dan kehidupan sosial politik pada khususnya? Bukankah kritik yang paling sering kita dengar adalah bahwa nilai-nilai yang dikandung Pancasila itu baik, hanya implementatifnya sila-silanya bagaikan terlepas satu sama lain dan penerapannya dalam kenyataan yang masih belum sesuai dengan kandungan normanya.

      Pancasila, yang sejak tahun 1945 telah dinyatakan sebagai dasar negara Republik Indonesia, mungkin memang masih memerlukan pengembangan dan pendalaman konseptual agar dapat menjadi sebuah paradigma yang andal. Pengembangan dan pendalaman ini amat urgen, oleh karena amat sukar membayangkan akan adanya sebuah Indonesia, yang dalam segi amat majemuk, tanpa dikaitkan dengan Pancasila.

1.     Bagaimana terjadinya pancasila

            Walaupun sebagai pribadi, sebagai warga masyarakat, dan sebagai anak bangsa kita sudah mendengar, memahami dan meyakini, bahkan melaksanakan berbagai gagasan mengenai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial namun rasanya sebelum tahun 1945 kita tidak pernah mendengar gagasan untuk menyatukan kelima gagasan tersebut sebagai suatu kesatuan yang utuh, dan agar disepakati sebagai basic premises untuk mendirikan Negara Gagasan tersebut pertama kalinya diajukan oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya pada sidang pertama Badan Penyidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 1 Juni 1945. Mengapa Soekarno yang mampu mengidentifikasi lima gagasan terpadu itu? Mengapa bukan tokoh lain? Pertanyaan ini sungguh menarik, dan hanya mungkin kita jawab kita mendalami riwayat hidup beliau serta visi kenegaraannya. Yang jelas, Soekarno amat yakin, bahwa bagaimanapun majemuknya masyarakat Indonesia, namun keseluruhannya itu dalam mata batin Soekarno adalah suatu bangsa.

2.     Esensi dan status Pancasila

            Jika kita renungkan baik-baik, mungkin tidaklah terlalu keliru jika kita merumuskan esensi Pancasila itu sebagai suatu formula dasar nasionalisme Indonesia. Pancasila adalah nasionalisme, suatu faham yang berpendirian bahwa semua orang yang berkeinginan membentuk masa depan bersama di bawah lindungan suatu negara, tanpa membedakan suku, ras, agama ataupun golongan, adalah suatu bangsa. Itulah semangat yang meresapi keseluruh visi politik Ir. Soekarno, yang karena kharismanya telah mempengaruhi budaya politik Indonesia. Kelihatannya, pensifatan lain dari Pancasila akan membawa kita pada gambaran yang keliru.

3.     Letak kendala pancasila sebagai dasar Negara

            Tantangan dasar yang dihadapi Soekarno sebagai negarawan adalah bagaimana caranya ia mewujudkan paradigma politiknya itu, bukan saja untuk menerangkan kemajemukan masyarakat Indonesia dari segi sosiologi dan kultur, tetapi juga untuk mengikat dan menggerakkannya secara terpadu dalam suatu sistem kenegaraan dan sistem pemerintah,dimana seluruhnya bisa merasa nyaman.

Ada dua tantangan pancasila, yaitu sebagai berikut :
v  Tantangan Konseptual pertama Pancasila adalah memahami dan           merumuskan secara jernih – serta disepakati bersama dengan sungguh-sungguh           tentang kandungan nilai dan makna Pancasila, baik masing-masing sila maupun    Pancasila sebagai suatu kebulatan ide.
v  Tantangan Kelembagaan Jika kita sudah mempunyai kesamaan visi       dan faham mengenai sila-sila tersebut diatas, bagaimana menuangkannya ke dalam        sistem politik dan sistem kenegaraan kita ? Ringkasnya, dimensi kelembagaan                        sebesar-besarnya dari persatuan dan kita sebagai bangsa,  sambil menekan sekecil-          kecilnya dampak negatif yang bisa terjadi pada demikian besarnya akumulasi         sumber daya nasional di tangan mereka yang sedang  memegang tampuk kekuasaan            pemerintah, baik di tingkat pemerintah pusat maupun di tingkat daerah.

4.     .  Pembangunan Bangsa dan Negara sebagai Konteks Pembangunan bidang Sosial Politik.

            Bagaimanapun, Republik Indonesia memang adalah sebuah negara nasional baru, yang didirikan oleh sebuah bangsa baru, yang baru bangkit pada awal abad ke 20, setelah pemerintah kolonial Hindia Belanda memberikan sekedar pendidikan kepada sejumlah kecil kaum muda dalam rangka Ethische Politiek. Kelompok kecil kaum muda terpelajar inilah yang pertama kali menyadari bahwa sekian ratus suku bangsa yang mendiami rangkaian kepulauan ”Hindia Belanda” ini sesungguhnya adalah suatu bangsa. Mereka diikat oleh pengalaman sejarah yang sama. Dengan keyakinan itulah mereka mendirikan berbagai organisasi, yang mulanya bersifat moderat, tetapi kemudian menjadi semakin radikal.

B.     Demokrasi Pancasila dalam Budaya Politik dan Etika Politik

      Budaya politik mencakup banyak hal, tetapi ide dasarnya adalah apa yang sudah berkembang di masyarakat dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Demokrasi Pancasila dalam konteks budaya politik lebih banyak menjadi impian, ketimbang praktek. Dan hal ini menjadi justru dimunculkan oleh elite-elite yang tidak otentik. Elite-elite inilah yang selalu mempertengkarkan kekuasaan hanya sebatas pengaruh dan ajang untuk mencapai kesenangan duniawi. Pelanggaran terhadap undang-undang justru dilakukan oleh elite-elite ini, sehingga masyarakat menjadi kehilangan ketauladanan.

      Budaya politik kita pada prinsipnya mengalami proses liberalisasi yang mengarah kepada individualisasi. Dalam konteks ini, warna demokrasi tergantung     kepada parameter individual kalangan pelaku-pelakunya, terutama elite-elite.        Sehingga, tidak ada saringan atau benteng yang cukup, kapan sebuah persaingan            politik layak diakhiri dan pada level mana dihentikan sama sekali. Akhirnya yang        terjadi adalah campur-baur antara masalah publik dengan masalah pribadi.


Bab III
Penutup
Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya. Makalah kami yang berjudul “Pancasila Sebagai Filter Globalisasi Dalam Bidang Politik ”. Semoga makalah ini bermanfaat bagi siswa-siswi SMAN 1 Kelua pada umumnya dan bagi kami khususnya.
Kami selaku penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Semoga segala amalan baik yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.



SUMBER